PANCAROBA
(Ita
Purnamasari)
Iya tidak pernah tahu apa yang dirasakan pada saat itu.Semua
berlalu begitu saja, cepat bagi senter yang dinyalakan. Pasalnya lelaki yang
digadang-gadang akan menjadi belahan jiwanya itu, pergi tanpa meninggalkan
jejak, sehingga membuat Anasti harus menjawab teka-teki kepergian lelaki itu. Iya, namanya Anasti, hanya Anasti saja, semua orang selalu memanggil
dengan nama anasti tidak anak ataupun Asti. Anak kedua dari tiga
bersaudara yang diambil para Arjuna, tinggal bersama ibu dan saudaranya tanpa
seorang ayah tidak merestui berumur 7 tahun. Dia ingat betul akan kenangan
dengan ayahnya, yang selalu memberi “ kebebasan” kepada Anasti untuk menentukan
Jalan hidupnya “ kamu yang akan menjalani Anasti, Ayah manut saja, apa yang
membuat kamu nyaman ya silahkan, asalkan itu baik!” Itulah perkataan yang dikenang Anasti akan kelembutan ayahnya, suatu hal yang membuat Anasti sering
kangen dengan kasih sayang sosok ayah. Pernah suatu kali Anasti meminta ibunya
untuk menikah lagi lantaran Anasti mengharapkan hadirnya ayah dalam
kehidupannya. Spontan ibunya langsung menolak menikah lagi, dengan alasan dia
bisa memberi dan mencukupi anak-anaknya dengan tangannya sendiri. Bukan ibunya
tak memberikan kelembutan pada Anasti, tapi sikap ibunya yang "sedikit"
otoriter membuat anasti salah tangkap, puncaknya menjelang kelulusan SMA, tak
pernah satu haripun terlewatkan, ibu selalu memberi wejangan “ Sebentar lagi
lulus SMA, bekerjalah seperti kakakmu Endra, cari ilmu tak harus kuliah to...
Di manapun Anasti di tempat itu, pasti ada ilmu. Toh banyak sarjana sekarang yang
nganggur, tanpa kuliah pun kamu bisa berwawasan luas, asalkan kamu memanfaatkan
apa yang ada di sekitarmu "Sepenggal kalimat yang menjadi andalan ibu
untuk diberikan pada Anasti, sebenarnya Anasti juga tidak terlalu minat dengan
dunia perkuliahan itu, entah sejak kapan tiba-tiba Anasti mulai mengumpulkan
brosur-brosur perguruan tinggi yang membuat ibu harus memberikan "andalannya".
Mungkin anak sedang mengikuti trend zaman.
Yang dirasakan Anasti sekarang adalah bingung gundah gulana, iya harus sesegera mungkin menepis dan menyelesaikan masalah yang akhir-akhir ini menjadi beban pikirannya, bak diberi 100 soal Matematika yang harus diselesaikan, Anasti berpikir keras malam itu. Pertama ia harus segera memutuskan untuk bekerja atau kuliah karena lulusan tinggal menghitung hari. Bukan hal mudah bagi Anasti untuk memilih, ia bisa saja kuliah dengan bantuan beasiswa, tidak pintar-pintar amat, tapi kalau kuliah dengan jalan beasiswa pasti diterima, memilih kuliah, kerja atau kuliah sambil kerja, uhh...kenapa serumit ini. Dan akhirnya fix Anasti memutuskan untuk bekerja. Satu lagi! Tentang lelaki yang pergi entah kemana itu, anak tidak mau ribet dengan urusan lelaki, memang Anasti terlanjur jatuh hati dengan lelaki yang hanya lulusan SMP itu, lelaki yang menemaninya 2 tahun terakhir ini. Dan sekarang anak dengan untuk menjawab teka-teki kepergian lelaki itu.
“ Mbak Anasti, bangun mbak! Sama ibu suruh siap-siap nanti ketinggalan rombongan lho!” Suara berat Viki dari balik pintu membuat anasti membuka mata lebar-lebar titik tidak lama, Anasti sudah siap dengan satu tas ransel besar dan satu tas jinjing yang berisi barang-barang pribadinya. Ya.. Benar sekali, hari ini anasti berangkat bekerja, tidak jauh masih satu kota tapi kebijakan dari pabrik diberikan libur dengan rentan waktu 1 tahun. "sarapan dulu, anasti" Suruh ibu, anasti pun langsung melahap makanan yang disediakan Ibu. "buk, mbak! Viki berangkat dulu assalamualaikum”Pamit Vicky yang sudah siap dengan seragam putih biru nya, segera anasti dan ibu menjawab salam Vicky. "Ibu jaga diri dan hati-hati di rumah ya" pesanan Asti, "pasti anasti, ibu akan selalu jaga diri, kamu juga ya" Flora Ibu, hingga akhirnya lambaian tangan anasti menjadi pemisah kedua Insan tersebut . Anasti sebenarnya tidak tega harus meninggalkan ibu di rumahnya ditemani si bungsu, Bukan anasti tidak bisa mengandalkan Vicky adiknya itu,Tahulah... Anak remaja sekarang, terutama laki laki! Tapi anasti bisa melihat bahwa Vicky sebenarnya anak yang baik dan tidak neko-neko, hanya saja dia suka sekali menghabiskan waktunya di sekolah untuk ekskul yang Iya gandrungi itu.Rela tidak rela anasti memang harus meninggalkan ibunnya.
Entah
bagaimana orang disekitar memandang anasti, anasti dengan segala sifat dan
keunikannya. Unik! Ya anasti memang unik, Gadis yang suka sekali memainkan
bolpoin di tangannya itu dengan memutar-mutar nya, gadis yang termasuk suka
selfie tapi tak pernah sekalipun memposting di akun medsos nya, gadis yang
terlalu Masa bodoh dengan hal-hal yang menurutnya tak perlu diladeni
hingga tak jarang membuat teman-temannya geram dengan sikap Masa bodoh nya itu,
satu lagi tanda seru yang membuat anasti patut dijuluki gadis unik,
Kebanyakan orang termotivasi dari orang seperti: albert einstein,thomas
alva edison,bj habibi dan orang berpengaruh didunia lainnya,Tapi anasti cukup
saja dengan melihat perjuangan ibu, dia sudah kenyang dengan motivasi. Ya
anasti termotivasi dari ibunya, tidak hanya itu saja kakak, adik dan
orang-orang terdekat lainnya termasuk Ayah. Siapa saja orang yang membuat anasti
kagum,berjuang dengan cara sendiri.” Iya bisa melakukannya! Kenapa aku tidak
"sepenggal kata yang membuat anasti termotivasi dari orang-orang terdekat.
Oh ... Ya tentang kakaknya anasti" Kak Indra "biasa anasti memanggilnya,
salah satu manusia yang Allah ciptakan untuk menemani perjuangan hidup anasti,
jarak memang memisahkan antara anasti dan kak Indra yang tengah mencari
puing-puing rupiah di negara antah berantah.Tapi tak bosan sekalipun kak Indra
memberikan pesan-pesan pada anasti, terutama mengingatkan untuk salat.
Sore
itu pukul 14 35 anasti tiba di tempat kerjanya, agak gugup Memang, karena Ini
pertama kalinya ia bekerja. Setelah banyak tahun sebelumnya ia gunakan untuk
mengenyam pendidikan titik syukurnya Anarki tidak sendiri bersama para
rombongan yang minoritas para tetangganya yang sudah berpengalaman bekerja
titik di situlah kisah itu dimulai, dengan keterbatasan ilmu dan minimnya
pengalaman membuat anasti harus mengejar ketertinggalannya. Tidak mudah! Malahan
Asti sering mengeluh karena belum terbiasa melakukan hal-hal yang seperti ini.
Pekerjaan yang harus selesai dengan mengejar target membuat anasti harus
mengerahkan seluruh tenaganya, belum lagi jika anak tidak mood kerja lantaran
rindu dengan keluarga dirumah titik tahun ini seharusnya menjadi tahun yang
penuh sukacita bagi keluarga anasti, dengan jadwal yang sudah ditentukan kan
Kak Indra pulang untuk masa liburan kerja, tapi bagaimana dengan anasti, yang
seharusnya berkumpul bersama keluarga bersukacita dengan kepulangan kak Indra
yang sudah lama sekali tak pulang, anasti harus tetap bekerja karena pihak
pabrik tidak memberikan toleransi untuk masalah pulang. “ andai
saja, aku tetap memilih untuk kuliah, mungkin saat ini aku bisa berkumpul
dengan keluarga dan kak Indra "keluh anasti dalam batin.
Setiap perbuatan ada konsekuensi masing-masing, Anasti memilih
untuk di akibatnya, dan memang harus seperti itu!
Hari
, bulan, dan Serangkaian peristiwa berikutnya, menjadikan Anas Ti lebih dewasa
dengan berbagai bentuk masalah yang disodorkan kepadanya, mulai dari kabar baik
dan buruk datang silih berganti dari rumah diterima oleh Anasti. Ingin
sekali rasa nya anasti keluar dari pekerjaan itu, Masalahnya Saat itu Ibu sakit
dan harus opname di rumah sakit, tapi anasti sama sekali tak di perbolehkan
pulang, sebenarnya Ibu tak menyuruh anasti untuk pulang, banyak para kerabat
dan tetangga yang peduli dan merawat ibu, tapi sebagai anak perempuan
satu-satunya anasti ingin sekali merawat ibu yang sedang sakit. Kejadian
seperti itulah yang menyadarkan anasti untuk selalu kuat bagai karang yang
dihantam ombak berkali-kali tapi tetap tak goyah sedikitpun.
"buk!....ibu”
Panggil Vicky dari luar rumah
“ ada apa
Vicky , tumben sekali kamu sudah pulang sekolah biasanya ikut ekskul
dulu “
" hari
ini sengaja Vicky tidak ikut ekskul Bu "
"
memang kenapa?”
“ tadi Vicky dapat
kabar Kalau Mbak Anasti lusa pulang "
“bener vik?”
“iya buk gimana kalo
kita kabarin kak kak endra”
“boleh….pasti kakakmu
bakalan ambil cuti”
Sedangkan
di tempat lain Anasti Tengah berkemas-kemas dengan barang-barang yang akan
dibawanya, hari Itupun anasti pulang ke rumah untuk melebur rasa rindu yang
sudah lama bersarang di Lubuk hatinya, lega sekali bisa bertemu dengan
ibu dan keluarga di rumah, beberapa obrolan dan cerita anasti berikan untuk
melepas rasa kangen. Tapi sama sekarang kenapa Kak Indra belum sampai di
rumah.ahh... Anasti dan ibu tak berpikir yang aneh-aneh, mungkin
masih dalam perjalanan . Hingga tiba-tiba Vicky Berlari dengan suara yang
tak jelas karena saking gugupnya.Betul sekali, Kak Indra kecelakaan, bus yang
ditumpangi masuk ke jurang. Apa yang disarankan anasti saat ini tak jauh beda
ketika ia mendengar kabar kematian ayahnya dulu. Harapan untuk bisa bertemu
dengan kakaknya seakan musnah . Bertahun-tahun Anasti menahan rasa
Rindunya kepada Kakak satu-satunya itu . Inilah rasa kehilangan yang
sesungguhnya, kak Endra yang mepunyai watak persis seperti ayahnya itu pergi
untuk selamanya, berharap Anasti bisa melihat wajah kakaknya, karena sudah
beberapa hari kak endra belim ditemukan hingga akhirnya tim sar memutuskan
untuk menghentikan pencarian.” Ya ALLAH ku serahkan semua urusanku
kepadamu”Anasti hanyalah manusia biasa dengan berbagai kelemahan, sedih
berlarut-larut hanya membuat dirinya drop. Banyak para teman, kerabat dan
tetangga yang melayat ke rumah Anasti, salah satunya lelaki yang meninggalkan
anasti dulu
“taro!” panggil
anasti,masih sama seperti yang dulu,rasa cinta itu masih ada,utuh tak berkurang
sedikitpun.
“masih ingat sama aku
anasti”
“tentu saja aku masih
ingat”
“aku turut berdukacita
atas apa yang menimpa kakakmu”
“iya terima kasih”
“aku minta maaf anasti”
“sudahlah taro lupakan
saja”
Tak
menyangka anasti akan bertemu dengan taruh di saat-saat seperti ini, berharap
taruh masih memiliki rasa yang sama seperti Anarki titik Tapi ekspektasinya itu
harus dibuang jauh-jauh, karena Taro datang tak sendiri melainkan dengan
istrinya. Anak tidak pernah tahu pernikahan itu . Karena tak sepatah pun
memberi kabar pada anasti. Seharusnya anasti tak berharap pada manusia,
termasuk Taro, tak ada seorangpun yang tahu kapan Rasa Cinta itu datang dan
pergi.
Hari-hari
berikutnya anasti jalani dengan rasa syukur yang penuh, mencintai apa
yang Anasti dimiliki termasuk ibu dan viki. Tak ingin memikirkan masalah
laki-laki .Fokus pada kerja itu yang anasti pilih. Karena anasti lah
sekarang tulang punggung keluarga. Sebenarnya ada beberapa lelaki
yang menaruh perhatian pada anasti, tapi lagi lagi anasti menyikapi
dengan masa bodoh nya, bukannya egois tapi anasti tak mau salah langkah, dan
mengulang kesalahan yang sama. Hingga saat itu, suatu hal yang membuat anasti
tercengang! Datang lamaran dari seorang lelaki “ "saya Fikri, kedatangan
saya kemari ingin mengutarakan niat baik saya pada anasti” pernyataan Fikri
dengan kesungguhannya.
“
Anasti,fikri itu anak yang baik teman kakakmu sendiri” Anas bingung Bukan main,
dia tak mengenal siapa itu Fikri, tapi setelah mendengar perkataan ibu,
perlahan anasti membuka kembali hatinya.” Bisa jadi apa yang kamu sukai
itu tidak baik bagimu, dan apa yang tidak kamu sukai itu baik bagimu” anasti
tak pernah tahu apa yang akan menimpa dirinya setelah pernikahannya dengan
fikri,hanya saja anasti berusaha membuat tameng agar dirinya tak goyah.
EmoticonEmoticon